Cinta adalah salah satu ekpresi naluri melestarikan jenis (gharizah nau’). Setiap kita selalu ada potensi untuk jatuh cinta, yang bangkitnya rasa cinta ini selalu dirangsang oleh fakta-fakta yang kita indera dari diri seseorang atau khayalan-khayalan kita tentang dirinya. Artinya selalu ada alasan betapapun sederhananya sehingga kita bisa mencintai seseorang.
Kedekatan kita dengan lawan jenis kita itulah yang menumbuhkan benih cinta. Orang Jawa mengatakan “witing tresno jalaran soko kulino” (cinta itu tumbuh karena terbiasa dekat). Dalam kedekatan selalu ada fakta yang bisa memunculkan pesona. Mungkin fisiknya, suaranya, perhatiannya, atau apapun dari dirinya. Suara dia di telpon,tulisan lewat sms,tulisan lewat e-mail,perhatian dia ketika kita berulang tahun pun cukup membangkitkan kembali rasa cinta yang terpendam.
Cinta memang anugerah. Tapi bisa jadi petaka bila kita tidak memahami dan mengendalikannya. Bisa membutakan hati dan melumpuhkan akal sehat kita. Cinta yang menggebu-gebu bisa membuat orang “tabrak
Manusia memiliki kecenderungan mencintai hal-hal yang indah dalam pandangannya. Al Quran menyebutkan: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran [3]: 14)
Namun Allah Swt. juga telah mengingatkan hamba-Nya yang beriman bagaimana menempatkan rasa cinta. Allah Swt.berfirman: “Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaaan yang kamu usahakan,perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 24)
Dengan demikian, cinta yang sejati hanyalah ketika kita menempatkannya di bawah kecintaan kita kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad fii sabiilillah. Itu sebabnya keinginan untuk senantiasa meraih cinta Allahlah yang akan mengarahkan kita dalam hal mencintai seseorang. Rasa cinta seperti ini akan tumbuh pada saat kita bertemu seseorang yang kita menilainya sebagai “sosok seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”. Yakni sosok yang taat kepada Allah, menjaga kesucian dan kehormatan dalam pergaulan, dan senantiasa berusaha mengikatkan seluruh perilakunya agar sesuai dengan syariat Islam. Sehingga ketika cinta seperti ini tak berbalas, maka tidak perlu ada penyesalan. Yakinlah, bahwa Allah Swt. pasti akan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah dan menggantinya dengan yang lebih baik bagi kita. Karena bukankah kita mencintainya karena kecintaan kita kepada Allah?
Tempatkanlah cinta, sayang dan cemburu karena Allah. Cemburu pada suami atau isteri adalah hal yang lumrah dan memang harus ada. Tapi untuk apa cemburu pada orang yang tidak memiliki ikatan apapun dengan kita? Apalagi cemburu pada dua orang yang berlainan jenis yang sedang bergaul dekat,sementara syariat Islam melarang mereka berhubungan dekat sebelum menikah. Jadi, janganlah cemburu terhadap orang yang melanggar syariat-Nya. Tugas kita pada saat itu adalah meluruskan keduanya. Bukan karena cemburu ada saingan, tapi karena kita tidak ingin mereka terjerumus berbuat dosa tertipu syaitan.
Bila kita telah memahami makna cinta yang sejati, insya Allah kita tak akan terpedaya oleh kata-kata “cinta”. Berapa banyak pemuda dan pemudi mengumbar kata “cinta” yang begitu dangkal. Dengan menjual kata “cinta”, mereka memuaskan mata menepis perintah Allah untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul bashor) ke lawan jenisnya, menghanyutkan jiwa dengan bisikan yang melenakan, bahkan rela menggadaikan kehormatan dan tega merusak kesucian untuk sekadar memuaskan nafsunya.
Bukti dari cinta sejati adalah seorang pria langsung menikahi perempuan yang dikasihinya,namun jika pria itu tidak menikahi perempuan yang dikasihinya dan selalu ingin berdua-duaan maka itu hanya sekadar hawa nafsu bujukan syaitan, bukan karena cintanya kepada syariah Allah. Dalam pernikahan mungkin akan timbul rasa cemburu karena cinta kita pada pasangan kita.Tanda yang sering terjadi dan mungkin anda merasa demikian ketika kita merasa cemburu,contohnya seperti:
1. Menelphone beberapa kali dan kita marah ketika pasangan kita tidak mengangkat telphone kita,
2. Mencari peluang dan memata-matai setiap aktivitasnya,
3. Selalu mempersoalkan kemana dan dimana dia berada.
4. Ketika kita merasa dia menjauh,ketika kita merasa dia tidak memerhatikan kita,hati kecil kita mungkin ngerasa "apa aku yang salah?,atau aku gak ngerti apa yang dia mau?".
Hal yang harus kita tanamkan agar rasa cemburu itu menjadi bibit dari cinta hanyalah jangan sampai rasa cinta kepada pasangan kita melebihi cinta kita pada ALLAH dan RASULULLAH.disertai dengan perjuangan menegakkan syariah-Nya.
"Bila dua diri mencintai ilahi, bergabunglah jiwa bersatulah hati, dua jiwa satu cinta, dua jasad satu matlamat. Bila cinta karena Allah, berpisahnya tidak gelisah, bila rindunya karena yang satu, bertemunya pasti tak jemu, ukhuwah itu indah bila bertemu dan berpisah karena Allah".
BalasHapus