Langsung ke konten utama

Ketika cemburu menghinggapi hati kita

Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. ( Assajdah :17 ).

Cinta adalah salah satu ekpresi naluri melestarikan jenis (gharizah nau’). Setiap kita selalu ada potensi untuk jatuh cinta, yang bangkitnya rasa cinta ini selalu dirangsang oleh fakta-fakta yang kita indera dari diri seseorang atau khayalan-khayalan kita tentang dirinya. Artinya selalu ada alasan betapapun sederhananya sehingga kita bisa mencintai seseorang.

Kedekatan kita dengan lawan jenis kita itulah yang menumbuhkan benih cinta. Orang Jawa mengatakan “witing tresno jalaran soko kulino” (cinta itu tumbuh karena terbiasa dekat). Dalam kedekatan selalu ada fakta yang bisa memunculkan pesona. Mungkin fisiknya, suaranya, perhatiannya, atau apapun dari dirinya. Suara dia di telpon,tulisan lewat sms,tulisan lewat e-mail,perhatian dia ketika kita berulang tahun pun cukup membangkitkan kembali rasa cinta yang terpendam.


Cinta memang anugerah. Tapi bisa jadi petaka bila kita tidak memahami dan mengendalikannya. Bisa membutakan hati dan melumpuhkan akal sehat kita. Cinta yang menggebu-gebu bisa membuat orang “tabrak sana, tabrak sini”, yang membuat pelakunya berani melewati batas-batas hukum Allah.


Manusia memiliki kecenderungan mencintai hal-hal yang indah dalam pandangannya. Al Quran menyebutkan: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran [3]: 14)


Namun Allah Swt. juga telah mengingatkan hamba-Nya yang beriman bagaimana menempatkan rasa cinta. Allah Swt.berfirman: “Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaaan yang kamu usahakan,perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 24)


Dengan demikian, cinta yang sejati hanyalah ketika kita menempatkannya di bawah kecintaan kita kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad fii sabiilillah. Itu sebabnya keinginan untuk senantiasa meraih cinta Allahlah yang akan mengarahkan kita dalam hal mencintai seseorang. Rasa cinta seperti ini akan tumbuh pada saat kita bertemu seseorang yang kita menilainya sebagai “sosok seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”. Yakni sosok yang taat kepada Allah, menjaga kesucian dan kehormatan dalam pergaulan, dan senantiasa berusaha mengikatkan seluruh perilakunya agar sesuai dengan syariat Islam. Sehingga ketika cinta seperti ini tak berbalas, maka tidak perlu ada penyesalan. Yakinlah, bahwa Allah Swt. pasti akan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah dan menggantinya dengan yang lebih baik bagi kita. Karena bukankah kita mencintainya karena kecintaan kita kepada Allah?


Tempatkanlah cinta, sayang dan cemburu karena Allah. Cemburu pada suami atau isteri adalah hal yang lumrah dan memang harus ada. Tapi untuk apa cemburu pada orang yang tidak memiliki ikatan apapun dengan kita? Apalagi cemburu pada dua orang yang berlainan jenis yang sedang bergaul dekat,sementara syariat Islam melarang mereka berhubungan dekat sebelum menikah. Jadi, janganlah cemburu terhadap orang yang melanggar syariat-Nya. Tugas kita pada saat itu adalah meluruskan keduanya. Bukan karena cemburu ada saingan, tapi karena kita tidak ingin mereka terjerumus berbuat dosa tertipu syaitan.

Seorang muslim adalah kekasih Allah. Allah sangat mencintai seorang muslim dan cemburu bila melihatnya mulai cenderung dan mengikuti syaitan dan hawa nafsunya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada yang lebih pecemburu daripada Allah.” (HR Muslim)


Bila kita telah memahami makna cinta yang sejati, insya Allah kita tak akan terpedaya oleh kata-kata “cinta”. Berapa banyak pemuda dan pemudi mengumbar kata “cinta” yang begitu dangkal. Dengan menjual kata “cinta”, mereka memuaskan mata menepis perintah Allah untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul bashor) ke lawan jenisnya, menghanyutkan jiwa dengan bisikan yang melenakan, bahkan rela menggadaikan kehormatan dan tega merusak kesucian untuk sekadar memuaskan nafsunya.

Cinta seorang pemuda kepada seorang pemudi, harus dibuktikan dengan melamarnya (khithbah) secara baik-baik kepada orang tua atau walinya. Kemudian tetap menjaga batas-batas pergaulan antara dua jenis insan yang bukan mahrom/yang haram dinikah/kerabat. Dibolehkan memandang dalam rangka mendorongnya segera menikah. Diperkenankan saling berkenalan dan berdialog untuk mempersiapkan pernikahan, tentunya tanpa berdua-duaan (khalwat) dan tetap menjaga kesucian dan kehormatan masing-masing.

Bukti dari cinta sejati adalah seorang pria langsung menikahi perempuan yang dikasihinya,namun jika pria itu tidak menikahi perempuan yang dikasihinya dan selalu ingin berdua-duaan maka itu hanya sekadar hawa nafsu bujukan syaitan, bukan karena cintanya kepada syariah Allah.
Dalam pernikahan mungkin akan timbul rasa cemburu karena cinta kita pada pasangan kita.Tanda yang sering terjadi dan mungkin anda merasa demikian ketika kita merasa cemburu,contohnya seperti:
1. Menelphone beberapa kali dan kita marah ketika pasangan kita tidak mengangkat telphone kita,
2. Mencari peluang dan memata-matai setiap aktivitasnya,
3. Selalu mempersoalkan kemana dan dimana dia berada.
4. Ketika kita merasa dia menjauh,ketika kita merasa dia tidak memerhatikan kita,hati kecil kita mungkin ngerasa "apa aku yang salah?,atau aku gak ngerti apa yang dia mau?".

Hal yang harus kita tanamkan agar rasa cemburu itu menjadi bibit dari cinta hanyalah jangan sampai rasa cinta kepada pasangan kita melebihi cinta kita pada ALLAH dan RASULULLAH.disertai dengan
perjuangan menegakkan syariah-Nya.Cinta sebagaimana benci, keduanya adalah ujian. Sikapilah dengan kesabaran dan ketaatan.

Komentar

  1. "Bila dua diri mencintai ilahi, bergabunglah jiwa bersatulah hati, dua jiwa satu cinta, dua jasad satu matlamat. Bila cinta karena Allah, berpisahnya tidak gelisah, bila rindunya karena yang satu, bertemunya pasti tak jemu, ukhuwah itu indah bila bertemu dan berpisah karena Allah".

    BalasHapus

Posting Komentar

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Name/URL: Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonymous: Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).

Postingan populer dari blog ini

Budaya muslim indonesia

Budaya muslim indonesia yang harus diperbaharui pemahamannya : Rebo Wekasan Rebo Wekasan merupakan suatu perayaan unik yang hanya ada di desa Suci, kecamatan Manyar Kabupaten Gresik dan hanya dirayakan pada Rabu terakhir di Bulan Shafar kalender Hijriyyah. Dinamakan Rebo Wekasan karena pada zaman dahulu terjadi bencana kekeringan di sebuah desa bernama Pelaman, sebenarnya sunan Giri telah memberikan petunjuk kalau ada sumber air yang sangat besar di sekitar Masjid Pelaman. Tetapi lama kelamaan sumber air tadi menyusut. Kemudian Sunan Giri memberi petunjuk jika mereka menemukan tempat yang banyak tumbuh pepohonan maka akan ada sumber air disana. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya mereka menemukan tempat tersebut di sebuah desa bernama Pongangan. Dari sinilah perayaan Rebo Wekasan ada karena hari ditemukannya sumber tersebut dan selesainya pembangunan masjid yang semula ada di desa Pelaman jatuh pada hari Rebo Pungkasan di bulan Shafar kalender Hijriyyah. Saat ini perayaan Rebo

Kisah Seorang Munafik di Zaman Rasulullah

Kisah ini disampaikan oleh sahabat Ibnu umar Radhiallahu ‘anhu , Muhammad bin Kaeb Radhiallahu ‘anhu , Zaid bin Aslam Radhiallahu ‘anhu dan Qatadah Radhiallahu ‘anhu berkata (ringkasnya demikian): Ada seorang laki-laki (munafik) pada waktu perang Tabuk dia berkata: “Tidaklah kami melihat semisal Qurra’ (pembaca al-Qur’an) kita ini, mereka paling besar perutnya (karena banyak makan), paling pendusta (ketika berbicara), paling penakut (bila berhadapan dengan musuh).” Perkataan itu ditujukan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Mendengar hal tersebut Auf bin Malik Rahimahullah berkata kepadanya: “Bohong kamu, akan tetapi kamu munafiq, sungguh aku akan memberitahu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam .” Maka pergilah Auf untuk menjumpai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan memberitahu perkataan orang munafiq ini. Belum sampai Auf bin Malik datang menjumpai beliau, telah turun ayat yang memberitahu keadaan tersebut dengan sebenarnya. Yaitu ayat yang terdapat dalam QS.