Langsung ke konten utama

Pembentukan Masyarakat Madinah

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam telah hijrah ke Madinah. Keadaan telah kokoh bagi beliau. Beliau juga telah membangun Masjid Nabawi. Setelah semua itu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai membentuk masyarakat di Madinah Nabawiyyah dengan cara berikut:

Pertama: Mempersaudarakan Antara Muhajirin dan Anshar.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Beliau menetapkan sebagiannya mewarisi sebagian yang lain, karena mereka menjadi saudara fillah. Ini disebabkan kaum Muhajirin telah meninggalkan harta dan rumah mereka (di Makkah) .

Maka kaum Anshar berlomba-lomba mengerjakan perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka memuliakan kaum Muhajirin dan mendahulukan kepentingan kaum Muhajirin di atas kepentingan mereka sendiri.

Sampai-sampai Allah memuji kaum Anshar, di dalam kitab-Nya Allah berfirman dalam QS. Al-Hasyr ayat 9 yang artinya:
"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa-apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Setelah itu kaum Muhajirin terbiasa hidup di Madinah, akhirnya mereka tahu cara mencari rizki di Madinah. Kemudian Allah memberikan nikmat berupa rampasan perang Badr pada mereka. Sesudah keadaan ini maka Allah menggugurkan hukum saling mewarisi di antara orang-orang yang dipersaudarakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Dan hukum waris berlaku khusus antara orang-orang yang mempunyai hubungan darah.

Allah berfirman dalam QS. Al-Anfal ayat 75 yang artinya:
"Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu juga. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Kedua: Mengikat Perjanjian dengan Yahudi
Dahulu ketika masa hijrah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, di Madinah ada tiga kabilah Yahudi. Yang pertama adalah Bani Qainuqa'. Bani Qainuqa' adalah kabilah pertama yang melanggar perjanjian dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sesudah perang Badr. Yang kedua adalah Bani Nadhir dan yang ketiga adalah Bani Quraizhah.

Agar keamanan di Madinah terus terjaga, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengikat perjanjian dengan Yahudi. Perjanjian untuk menjaga keamanan dan untuk saling menolong. Hanya saja Yahudi melanggar perjanjian ini. Namun Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabar dengan sikap mereka ini.

Ketiga: Kaum Munafiqin

Kaum munafiqin adalah sekelompok orang di Madinah. Mereka menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Karena mereka adalah para pengecut dan ingin mengelabuhi orang-orang.

Pemimpim kaum munafiqin adalah 'Abdullah bin Ubai Bin Salul. Mereka lebih berbahaya bagi kaum muslimin daripada kaum kafir. Karena kaum munafiqin mengetahui rahasia kaum muslimin, dan mereka menyebarkan rahasia itu kepada musuh-musuh kaum muslimin.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menerima sikap lahiriyyah (keislaman) mereka. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam membiarkan yang mereka sembunyikan (kekafiran mereka). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersikap demikian karena Allah.

Karena besarnya bahaya yang bisa ditimbulkan kaum Munafiqin, Allah mengancam mereka dengan adzab yang paling keras.

Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 145 yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka."

Sumber: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits fis Siratin Nabawiyyah-Syu’bah Ta’lim Al Lughah Al Arabiyyah Al Jami’ah Al Islamiyyah, Madinah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya muslim indonesia

Budaya muslim indonesia yang harus diperbaharui pemahamannya : Rebo Wekasan Rebo Wekasan merupakan suatu perayaan unik yang hanya ada di desa Suci, kecamatan Manyar Kabupaten Gresik dan hanya dirayakan pada Rabu terakhir di Bulan Shafar kalender Hijriyyah. Dinamakan Rebo Wekasan karena pada zaman dahulu terjadi bencana kekeringan di sebuah desa bernama Pelaman, sebenarnya sunan Giri telah memberikan petunjuk kalau ada sumber air yang sangat besar di sekitar Masjid Pelaman. Tetapi lama kelamaan sumber air tadi menyusut. Kemudian Sunan Giri memberi petunjuk jika mereka menemukan tempat yang banyak tumbuh pepohonan maka akan ada sumber air disana. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya mereka menemukan tempat tersebut di sebuah desa bernama Pongangan. Dari sinilah perayaan Rebo Wekasan ada karena hari ditemukannya sumber tersebut dan selesainya pembangunan masjid yang semula ada di desa Pelaman jatuh pada hari Rebo Pungkasan di bulan Shafar kalender Hijriyyah. Saat ini perayaan Rebo

Kisah Seorang Munafik di Zaman Rasulullah

Kisah ini disampaikan oleh sahabat Ibnu umar Radhiallahu ‘anhu , Muhammad bin Kaeb Radhiallahu ‘anhu , Zaid bin Aslam Radhiallahu ‘anhu dan Qatadah Radhiallahu ‘anhu berkata (ringkasnya demikian): Ada seorang laki-laki (munafik) pada waktu perang Tabuk dia berkata: “Tidaklah kami melihat semisal Qurra’ (pembaca al-Qur’an) kita ini, mereka paling besar perutnya (karena banyak makan), paling pendusta (ketika berbicara), paling penakut (bila berhadapan dengan musuh).” Perkataan itu ditujukan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Mendengar hal tersebut Auf bin Malik Rahimahullah berkata kepadanya: “Bohong kamu, akan tetapi kamu munafiq, sungguh aku akan memberitahu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam .” Maka pergilah Auf untuk menjumpai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan memberitahu perkataan orang munafiq ini. Belum sampai Auf bin Malik datang menjumpai beliau, telah turun ayat yang memberitahu keadaan tersebut dengan sebenarnya. Yaitu ayat yang terdapat dalam QS.